Rabu, 20 Agustus 2008

Puasa dan Peduli Rajab hingga Dzulhijjah adalah bulan-bulan riyadhah untuk lebih peduli pada sesama.

Puasa dan Peduli Rajab hingga Dzulhijjah adalah bulan-bulan riyadhah untuk lebih peduli pada sesama.

Allaahumma baarik lanaa fii Rajaba wa Sya’baana wa ballighnaa Ramadhan. Demikian, bunyi SMS yang lalu lalang sejak awal Juli ini. Inilah, menurut riwayat Al Baihaqi dan lain-lain, doa yang senantiasa dibaca Nabi Muhammad SAW guna menjemput kehadiran bulan Rajab (Fadlail Syahr Rajab: 45).

Rajab, salah satu dari empat bulan haram. Diriwayatkan dari Abu Bakrah ra, bahwa Nabi SAW dalam khutbah Hajjatul-wada’ mengatakan, ‘’Sungguh, masa telah berputar seperti sediakala pada hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun, dua belas bulan. Empat di antaranya bulan-bulan haram (yang dimuliakan). Yang tiga berturutturut, yaitu Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharram serta Rajabnya Mudlar yang diapit Jumada dan Sya’ban” (HR Bukhari-Muslim).

Disebut bulan haram, karena di bulan ini keharaman perbuatan aniaya sangat ditegaskan. Sebagaimana disitir dalam Surah At Taubah ayat 36: “Sungguh, bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.’’

Menurut para ahli tafsir, penegasan tersebut berarti kemaksiatan di bulan haram dosanya semakin besar dari pada di bulan-bulan selainnya. Sebaliknya, bobot pahala berlipat-lipat bagi yang mengerjakan amal kebajikan, termasuk menghindari kemungkaran.

Puasa
Salah satu amalannya, puasa. Berpuasa sunat pada bulan haram pahalanya lebih besar daripada bulan-bulan lainnya, walau tak sampai mengalahkan pahala shaum Ramadan.

Imam Nawawi dalam Raudlah al- Thalibin (II/254) menyatakan, “Bulan-bulan yang paling utama untuk dipuasai setelah bulan Ramadlan ialah bulan-bulan haram: Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab”.

Sya’ban yang beberapa saat lagi tiba, pun tak kalah penting untuk dipuasai. Dinamakan Sya’ban karena pada bulan ini terpancar bercabangcabang kebaikan yang banyak (yatasya’abu minhu khairun katsir).

Usamah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berkata, “Sungguh, Sya’ban adalah bulan yang dilalaikan manusia antara Rajab dan Ramadlan.’’ Zahir hadits ini menunjukkan bahwa masyarakat (pada waktu itu) lalai untuk menta’zimi bulan Sya’ban dengan berpuasa sebagaimana mereka pada bulan Rajab dan Ramadhan (Nail al- Awthar Syarh Muntaqa Al Akhbar II/316).

‘Aisyah ra berkata, ‘’Saya tak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban” (HR Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

Peduli
Puasa, sudah sejak lama menjadi terapi kesehatan yang efektif. “Puasa adalah pengobatan terbaik direkomendasikan oleh dokter!” kata Philippus Paracelsus, tabib Swiss yang hidup 500 tahun lalu dan merupakan salah satu dari tiga ‘’Bapak Kesehatan Barat’’ bersama Hippocrates dan Galen (Yunani). Puasa juga obat jiwa. Lapar, kata orang sufi, adalah kunci akhirat dan pintu zuhud. Sedangkan kenyang, kunci dunia dan pintu hedonisme.

Imam Al Ghazaly mengemukakan, setidaknya ada 10 faedah puasa. Di antaranya, perut yang beristirahat membuat hati bersih dan pikiran terbuka. Asy Syibli berkata, ‘’Kalau aku lapar karena Allah, aku merasakan pintu hatiku menguak hikmah dan i’tibar yang belum pernah kulihat sebelumnya.’’ ‘’Hai anakku,’’ nasehat Lukmanul Hakim, ‘’Bila perut penuh niscaya pikiranmu tidur, tertutup dari hikmah, dan anggota tubuh malas beribadah.’’

Puasa membuat orang lebih sensitif dan berempati pada penderitaan kaum miskin yang biasa kelaparan. Ketika orang bertanya mengapa Nabi Yusuf berlapar-lapar diri padahal kunci perbendaharaan bumi ada di tangannya, Utusan Allah menjawab, ‘’Saya takut menjadi kenyang, sehingga lupa pada orang lapar.’’

Elmer L Towns, dalam bukunya Fasting for Spiritual Breakthrough, menyebutkan sembilan jenis puasa menurut Injil. Diantaranya adalah The Widow’s Fast, yakni puasa guna meningkatkan kepedulian pada orang miskin.

Tradisi Kejawen pun mengenal tapa ngrame, yaitu semacam puasa (pasa) yang bertujuan membangun jiwa yang siap berkorban, menolong siapa saja dan kapan saja.

Selanjutnya, Peter L Berger dalam bukunya Piramida Kurban Manusia (2005) mengatakan, ‘’Agama-agama harusnya menggunakan prinsip kedermawanan dan kesukarelaan sebagai jalan untuk membangkitkan aksi-aksi yang membebaskan.’’

Membebaskan dari apa saja? Lysander Spooner, pendukung utama pemikiran politik altruisme, dalam karyanya The Origin of Law, menulis:

“Manusia, sudah pasti, berutang banyak kewajiban kesusilaan kepada sesama makhluk. Umpamanya, memberi makanan kepada mereka yang lapar, memberi pakaian kepada mereka yang telanjang, memberi tempat perlindungan kepada mereka yang tiada tempat berteduh, menjaga mereka yang sakit, melindungi mereka yang tidak mampu mempertahankan diri, membantu mereka yang lemah, dan menyadarkan mereka yang jahat.’’mr-republika.

Tidak ada komentar: