Jumat, 15 Agustus 2008

Beban Utang Warisan

Beban Utang Warisan

Cicilan utang hingga kini masih menyandera anggaran negara. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2009 yang dibacakan Presiden SBY kemarin, porsi pembayaran utang pokok dan bunga tercatat hampir 15 persen.

Pembayaran itu untuk utang luar negeri plus utang dalam negeri, termasuk obligasi. Fakta itu nyaris luput dari perhatian publik di tengah euforia pemenuhan anggaran pendidikan 20 persen dari total belanja negara.

Padahal, nilainya jauh lebih besar daripada anggaran enam kementerian/departemen seandainya digabung sekaligus. Jika dibeber lebih rinci, dana untuk mencicil utang pokok tercatat Rp 59 triliun. Itu belum ditambah cicilan bunga yang mencapai Rp 110 triliun sehingga total pembayaran utang hampir Rp 170 triliun.

Bandingkan dengan anggaran untuk Departemen PU (Rp 35,7 triliun), Departemen Pertahanan (Rp 35,0 triliun), dan Polri (Rp 25,7 triliun). Pembayaran utang juga jauh lebih besar dibandingkan dengan anggaran Departemen Agama (Rp 20,7 triliun), Departemen Kesehatan (Rp 19,3 triliun), serta Departemen Perhubungan (Rp 16,1 triliun).

Saat ini, utang pemerintah tercatat sekitar Rp 1.300 triliun atau lebih besar daripada anggaran belanja negara pada 2009 sebesar Rp 1.222 triliun. Dari jumlah itu, porsi utang dalam bentuk obligasi, termasuk obligasi rekap yang disuntikkan ke perbankan saat krisis finansial satu dekade silam, masih sangat besar.

Merujuk catatan terkini, untuk membayar bunga obligasi rekap dibutuhkan dana sekitar Rp 35 triliun per tahun. Jumlah yang sangat besar ketika bangsa ini sedang membutuhkan anggaran melimpah.

Lebih ironis lagi, obligasi rekap terpaksa disuntikkan ke perbankan akibat digarong pemiliknya. Mereka itulah yang biasa disebut obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang berkali-kali dipanggil aparat hukum.

Kini rentetan peristiwa itu menyeret sejumlah mantan petinggi bank sentral serta pejabat hukum. Saat disuntikkan ke perbankan akhir dekade 1990-an, obligasi rekap mencapai Rp 700-an triliun. Sedangkan bunganya yang dibayar per tahun hampir Rp 100 triliun.

Dana sebesar itu harus dibayar lewat pajak yang dipungut dari rakyat yang tak pernah tahu apa itu obligasi rekap atau BLBI. Dan itu tetap harus kita bayar dan juga oleh anak cucu kita.

Karena itu, perlu dicarikan solusi komprehensif agar utang yang sebagian besar merupakan warisan rezim sebelumnya itu tidak menjadi beban generasi saat ini dan mendatang. Untuk utang luar negeri, mungkin bisa dimintakan korting atau haircut kepada kreditor secara bilateral atau multilateral.

Sebab, kita tahu bahwa utang di masa lalu banyak yang tak tepat sasaran. Untuk utang dalam negeri, terutama dari obligasi rekap, pemerintah harus mengambil langkah bijak. Apalagi, kini bank-bank tersebut banyak yang berpindah tangan. Paling tidak, langkah yang diambil menguntungkan negara dan menghilangkan beban utang.mr-mediaindonesia.

Tidak ada komentar: