Jumat, 29 Agustus 2008

Memaknai Ramadhan

Memaknai Ramadhan

Marhaban Ya Ramadhan, bulan suci penuh berkah dan ampunan akan tiba. “Saatnya untuk lebih dekat dengan Allah, lebih banyak waktu beribadah dan lebih fokus. Menjalin silaturahim antar sesama menjadi rutinitas yang hanya akan ditemukan di bulan suci,” ujar presenter Meutya Hafid.

Karena kesibukannya, Ia merasa bahwa bulan suci adalah bulan yang ditunggu dan harus disambut dengan suka cita. Selama bulan suci, ia berusaha semaksimal mungkin untuk berkumpul bersama keluarga. “Saat paling dirindukan adalah ketika kita duduk bersama untuk makan sahur. Karena disini biasanya semua anggota keluarga berkumpul.”

Menurut Pimpinan Majelis Zikir az-Zikra, Ustadz Muhammad Arifin Ilham, Ramadhan memang bulan yang penuh rahmat, ampunan, bulan Alquran, bulan ukhuwah, bulan kerinduan orang-orang beriman. Rasulullah SAW menyebutnya dengan bahasa tamu. “Kalau ada tamu yang sangat luar biasa datang ke rumah kita, pasti kita menyambutnya dengan suka cita, kita persiapkan dengan persiapan yang luar biasa, itulah Ramadhan.”

Umat Islam, katanya, mempersiapkan kedatangan tamu Ramadhan sejak jauh-jauh hari dengan berdoa seperti yang diajarkan Rasulullah SAW, ''Allahumma bariklana fii rajaba wa sya'bana wa balligna Ramadlana” (Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah usia kami hingga bulan Ramadhan). “Mengapa kita berdoa seperti itu, karena begitu besar dan utamanya bulan suci Ramadhan,'' ujarnya.

Ia menganjurkan kaum Muslimin memperbanyak doa, membersihkan hati, dan istighfar menyambut Ramadhan. “Dengan hati yang bersih, kita mudah mengakses hidayah, rahmat dan magfirah serta berkah Allah SWT,” tambahnya.

Ramadhan, kata dia, adalah bulan pengendalian diri. ''Yang halal dikendalikan, apalagi yang haram. Bulan iqtishad namanya, bulan sederhana,” ujarnya. Ia menanggap aneh jika di bulan Ramadhan umat Islam menjadi konsumtif, karena semangat Ramadhan adalah muqtashid yakni bulan lapar, bulan haus, bulan sederhana, bulan mengendalikan diri. Kepekaan sosial juga harus meningkat karena kita tadzallul (menghinakan diri kepada Allah SWT), sehingga diharapkan kepada sesama manusia kita rendah hati.

Perlunya persiapan menyambut bulan suci Ramadlan, juga diungkapkan Ketua Dewan Pakar Pusat Studi Alquran Dr Mukhlis Hanafi MA. Ia mengungkapkan, bulan suci Ramadhan merupakan bulan agung, yang mulia dan penuh berkah, karena itu, perlu disambut kedatangannya biasanya dengan mengucapkan lafal Marhaban ya Ramadhan atau Tarhib Ramadhan (Selamat Datang bulan Ramadhan). ''Kata marhaban sebenarnya menunjukkan kelapangan dada, menunjukkan keluasan hati untuk menerima tamu yang akan datang, karena itu hendaknya kita menyabut Ramadlan dengan rasa suka cita, tidak dengan hati menggerutu atau gusar karena aktivitas dan kegiatannya akan tersita oleh ibadah puasa dan amalan sunnah lainnya,'' jelanya kepada Republika Selasa (26/8).

Rasulullah SAW, kata dia, sudah mempersiapkan diri menyabut kedatangan tamu yang agung ini, sejak jauh-jauh hari, yakni sejak bulan Rajab dan Sya'ban, dua bulan sebulan datangnya bulan Ramadhan. “Doa dipanjatkan, hati dan fisik disiapkan,” tambahnya.

Direktur Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Prof Dr KH Didin Hafidluddin MSc menjelaskan, umat Islam harus betul-betul mempersiapkan secara mental, pikiran, rohaninya untuk menghadapi bulan yang penuh dengan kemuliaan. 'Program amaliyah, kata dia, harus dibangkitkan. ''Saya melihat ini sebuah peluang dan kesempatan Ramadhan ini untuk meningkatkan kesalehan sosial kita, keberpihakan kita kepada kaum dhuafa,” ujarnya.

Satu lagi, ''Ramadhan ini kesempatan yang baik untuk manajemen diri, manajemen keluarga, dan manajemen umat,” ujarnya.Aneh, kata dia, jika setelah Ramadhan ada Muslim yang masih pelit berbagi. Ada Muslim yang masih “pikir-pikir” untuk membayar zakat. Ada Muslim yang masih cuek melihat tetangganya kekurangan, melihat dhuafa yang terbata-bata menyambung hidupnya. Semoga Muslim yang demikian bukanlah kita!mr-republika

Tidak ada komentar: