Jumat, 05 September 2008

Busana Tradisional Betawi

Busana Tradisional Betawi

Pengantin laki-laki dengan dandanan cara haji, biasanya menggunakan tutup kepala yang disebut alpia atau alpie. Topi pengantin laki-laki yang berasal dari tanah suci Mekah ini tingginya 15 - 20 cm dan dililit dengan sorban kain, warna putih, gading atau kadang-kadang kuning. Ron je atau untaian bunga melati yang ujung bawahnya ditutup bunga cempaka dan ujung atasnya diberi sekuntum mawar merah, diletakkan sebanyak 3 (tiga) untai di pinggir kiri alpia. Terkadang di bagian atas disematkan sepasang kembang goyang. Mengenai tata rias wajah, tidak ada yang khusus. Hanya sedikit bedak yang ditaburkan di wajah agar terkesan rapi. Biasanya kumis dan cabang juga dirapihkan agar tampak bersih.

Busana yang dikenakan berupa jubah terbuka, yang agak longgar dan besar. Bagian jubah ini, biasanya dihiasi dengan emas dan manik-manik bermotif burung hong, bunga-bungaan, kubah mesjid dan lain sebagainya. Sebelum mengenakan jubah, biasanya seorang pengantin laki-laki memakai gamis (baju dalam) polos berwarna muda yang panjangnya kira-kira sampai mata kaki -dan tidak boleh melebihnya. Gamis lebih panjang sekitar 10 cm dari jubah. Sebuah selempang berhiaskan mute sebagai tanda kebesaran pun dikenakan boleh di dalam maupun di luar jubah. Sebagai alas kaki, biasanya digunakan sepatu kulit dengan kaos kaki yang merupakan pengaruh Belanda sejak abad ke 19. Namun, masih ada pula pengantin yang mengenakan selop atau terompah.

Keterpaduan berbagai unsur budaya muncul dalam kekayaan busana pengantin wanita Betawi yang terkesan meriah. Tuaki, adalah baju bagian atas (blus) yang dikenal memiliki 2 (dua) model, yaitu model shianghai (Cina), dan model baju kurung (Melayu). Syarat utama dari tuaki ini adalah bahannya yang polos. Motif-motif hiasan emas, mote atau manik-manik yang diletakan di ujung lengan, daerah sekitar dada, bagian bawah baju sangat bervariasi. Dari ragam hias geometris, bunga-bunga sampai motif burung hong.

Ciri khas model shianghai adalah krahnya yang tertutup. Lengan panjangnya diberi benang karet pada pergelangan. Model yang mengikuti bentuk badan sipemakai, panjangnya sebatas pinggul. Biasanya diberi pemanis dengan tambahan kain pada pinggiran bawah tuaki yang dirimpel keliling. Tuaki bentuk baju kurung, modelnya seperti baju kurung Melayu umumnya. Panjang lengan agak longgar.

Padanan tuaki adalah kun, yaitu rok melebar ke bawah dengan panjang sampai ke mata kaki. Kun juga di beri hiasan benang tebar dengan kombinasi sesuai tatahan motif pada tuaki. Warna yang terbuat dari bahan polos ini pun disesuaikan dengan warna tuaki. Warna-warna cerah yang dipilih, baik dari bahan satin ataupun beludru, serta gemerlapan hiasan tuaki dan kun ini melambangkan suka cita dan keceriaan kedua pengantin dan seluruh kelua-rganya.

Model baju yang sangat sederhana pada busana adat pengantin wanita Betawi ini, tampil begitu meriah dengan perlengkapan yang serba unik. Teratai, yaitu perhiasan penutup dada dan bahu adalah salah satu ciri yang sangat khas. Hiasan ini terbuat dari bahan beludru bertatahkan hiasan logam pada permukaannya dengan motif bunga tanjung. Aslinya adalah emas, namun saat ini umumnya menggunakan mute. Teratai ini berjumlah 8 (delapan) lembar kecil, yang kemudian dirangkai menjadi susunan delapan daun teratai yang simetris.

Keunikan lainnya terdapat pada tata rias di bagian kepala. Rambut disanggul dengan model buatun atau konde cepol tanpa sasakan. Caranya adalah dengan melilitkan secara berputar, sehingga membentuk 3 (tiga) tingkat lingkaran, yang kemudian dipadatkan dengan tusuk konde. Ketiga tingkat lingkaran ini melambangkan siklus kehidupan yang dimulai dari kelahiran, kehidupan dan kematian. Letak sanggul di tengah-tengah agak ke atas memperlihatkan tengkuk pengantin. Bersih atau tidaknya tengkuk yang tampak, merupakan pertanda apakah pengantin wanita mampu menjadi ibu rumah tangga yang mampu memelihara kebersihan fisik dan rohani dalam kehidupan berumah tangga atau tidak.

Hiasan kepala yang digunakan cukup kompleks. Salah satunya yang unik adalah siangko bercadar yang melambangkan kesucian seorang gadis. Siangko bercadar selalu berwarna emas, karena aslinya terbuat dari emas, atau bahan perak. Biasanya dihiasi batu-batu permata, bahkan ada yang bertahtakan intan berlian. Panjang cadarnya 30 cm, terbuat dari manik-manik. Saat ini banyak digunakan mote pasir dengan gumpalan benang wol merah di ujungnya. Selain yang bercadar, siangko lainnya jumlah 3 (tiga) buah. Dipakai di belakang sanggul sebagai penutup ikatan siangko bercadar. Siangko bercadar yang berfungsi menutupi wajah pengantin wanita merupakan lambang kesuciannya, yang disimbolkan dengan tidak boleh dilihatnya wajah mempelai putri oleh orang lain. Di atas Siangko bercadar ini, diletakkan sigar atau mahkota dengan motif bungabungaan yang dipenuhi permata. Hiasan rambut lainnya adalah tusuk paku atau kembang paku berjumlah 10 buah atau lebih yang dimaksudkan sebagai penolak bala. Tusuk bunga atau kembang tancep berjumlah 5 buah yang melambangkan rukun Silam, kewajiban yang harus dijalankan oleh pengantin sebagai seorang Muslim.

Kembang goyang yang berjumlah 20 buah, juga dikarenakan sebagai hiasan rambut bersama dengan 2-4 buah kembang kelapa yang dipasang di kiri dan kanan sanggul. Apabila kembang goyang melambangkan pengakuan terhadap 20 sifat kebesaran Allah, yang wajib diturunkan dan diajarkan pada anak keturunannya kelak; maka kembang kelapa merupakan simbol pengharapan agar perkawinan yang dilakukan tetap kokoh, kuat seperti pohon kelapa, sehingga akan menjadi perkawinan yang langgeng, sejahtera dan bahagia.

Hiasan burung hong atau dikenal dengan sebutan kembang besar atau kembang gede adalah hiasan lain yang tidak boleh ketinggalan. Jumlahnya yang empat buah melambangkan 4 (empat) sahabat Rasullullah, Nabi Besar Muhammad SAW. Sementara itu, burung hong sendiri dianggap sebagai simbol burung surga yang melambangkan kebahagiaan kedua pengantin. Letak burung hong ini juga memiliki arti tersendiri, yang berkaitan dengan kecocokan antara pihak keluarga kedua pengantin.

Dari hiasan kepala pengantin wanita yang telah dikemukakan, satu bentuk perhiasan yang dipercaya memiliki kekuatan magis adalah sunting atau sumping telinga. Apabila sunting ini dipakai oleh seorang pengantin yang tidak perawan atau tidak gadis lagi, maka si pemakai akan pusing-pusing dan bahkan pingsan. Selain sunting, sebagai pelengkap yang menunjang keserasian, biasanya telinga pengantin dihias dengan sepasang kerabu. Kerabu ini merupakan perpaduan anting dan giwang yang dijadikan satu. Tusuk konde berupa pasak berbentuk huruf leam (huruf Arab) merupakan simbol pengakuan akan keesaan Allah ditusukkan di atas siangko kecil penutup simpul tali cadar. Sebelum rerurub atau ruruban, yaitu sebuah kerudung dari kain
halus dan tipis, ditutupkan ke seluruh riasan wajah pengantin wanita, di beberapa daerah di atas dahi pengantin diberi tanda berbentuk bulan sabit. Tanda bulan sabit berwarna merah ini merupakan perlambang bahwa di gadis telah menjadi pengantin. Sementara ruruban merupakan tanda kesuciannya.

Selain perhiasan untuk kepala, pengantin wanita juga mengenakan perhiasan berupa kalung tebar yang dipakai melingkar leher di atas teratai Betawi. Gelang listring dan gelang selendang mayang, serta cincin emas yang berhiaskan permata menjadi hiasan lengan, pergelangan tangan dan jari pengantin wanita.

Keunikan juga tampak pada alas kaki yang digunakan. Mempelai wanita mengenakan selop berbentuk perahu kolek, dengan ujung melengkung ke atas dan dihias dengan tatahan emas dan manikmanik, atau mute.

Aslinya seluruh perhiasan yang dikenakan oleh pengantin wanita Betawi terbuat dari emas dan dihiasi intan permata. Namun saat ini, umumnya hanya merupakan sepuhan warna emas, sedangkan hiasannya lebih banyak menggunakan mute.

Variasi pakaian pengantin Betawi ini dapat ditemui di beberapa daerah. Seperti misalnya di daerah pinggiran, pengantin laki-laki mengenakan stelan jas lengkap dengan kopiah hitam dan kacamata hitam. Sementara pengantin wanita memakai slayer dan sarung tangan putih, yang juga dilengkapi dengan mahkota dan kacamata.

Adapun pakaian yang kini dikenal dengan busana "Abang dan None Jakarta" merupakan kombinasi dari busana pengantin rias bakal untuk pria, dengan busana wanita Betawi sehari-hari. Busana pengantin rias bakal, bagi mempelai pria terdiri dari jas tutup, celana panjang, ikat pinggang dan iiskoi motif lokcan. Perlengkapan busana ini adalah kuku macan, gelang bahar, pisau raut, bros dan untaian melati.

Mempelai putri menggunakan baju kurung tabur, sarung songket, selendang dan celemek. Sementara hiasan kepalanya tidak serumit dandanan rias besar putri. Busana ini biasanya dikenakan setelah akad nikah.mr-Penulis Endang Mariani

Tidak ada komentar: